Kesedihan Pun.. Fana || short story || cerpen
Kesedihan Pun.. Fana
Let's
just lay here until the sky blue
Change
every color, every hue
From
stormy grays into sky blue
Elijiah Blake
Malam belum lama
bertamu, bulan sedang bersinar terang-terangnya di langit bulan Juli. Aku
melipat sajadah dan sarung yang baru selesai kugunakan. Jam menunjukkan pukul
7.30, garis merah melingkari angka 24 di kalender. Aku mengecek layar handphone-ku
untuk yang entah ke berapa kalinya.
“Min, kok belum
ada pengumuman sih??”
“Min, webnya error
nih!”
“Pengumumannya
diundur ya?”
Aku meletakkan
kembali benda persegi itu dengan asal, lalu membaringkan tubuh di atas kasur.
Mencoba memejamkan mata, namun gagal untuk tidur karena tumpukan kenangan menyapa
secara tiba-tiba.
Ibu.. Kalau Ibu di sini, Ia pasti akan menjadi
yang paling panik dan heboh saat ini. Ia akan mulai mengomel ini-itu pada
administrator website yang tak kunjung memunculkan hasil tes kesehatan
sekaligus pengumuman akhir siswa yang diterima di Politeknik Statistika
STIS—salah satu perguruan tinggi kedinasan favorit. Aku terkekeh getir. Nyeri.
Dadaku masih sesakit saat pertama kali mendengar kabar bahwa Ibu sudah tidak
lagi di sini.
Masih teringat
benar hari Senin di bulan April itu. Aku berada ribuan kilo jauhnya dari rumah.
Sedang mengikuti bimbingan belajar untuk seleksi masuk sekolah kedinasan
setelah sebelumnya gagal di seleksi SNMPTN, SBMPTN dan ujian mandiri. Tadinya,
kupikir tidak ada yang bisa lebih menjatuhkanku aku dari gagal memasuki dunia
perkuliahan setelah mencoba berbagai macam seleksi, dan pada akhirnya
diharuskan mengikuti keputusan orang tua untuk memilih sesuatu yang tidak kita
inginkan. Sedangkan, teman-teman semasa SMA dulu sudah bersorak-sorai karena
mendapatkan kampus impiannya. Mereka tampak berbangga dengan almamater baru dan
tak lupa mengunggah foto mereka di depan kampus yang megah.
Hingga hari itu
datang tanpa diduga. Ibu pergi. Dua kata itu menjatuhkanku hingga titik
terendah yang tak pernah kubayangkan keberadaannya sebelumnya.
Ibu adalah cinta
pertamaku. Ia adalah sosok pertama yang tersenyum dengan tulus padaku. Sosok
yang selalu bersyukur akan eksistensiku dan yang akan selalu bersedia berada di
sisiku bahkan saat seluruh dunia menjauh.
Ibu adalah sosok
yang menunjukkan kasih sayang dengan omelan unlimited-nya, dengan
larangannya bermain di bawah siraman hujan dan batasannya terhadap jumlah mi
instan di setiap pekan. Kasih sayangnya juga terpancar dari kedua mata yang
sarat kekecewaan saat aku pulang larut malam atau saat nilai akademikku terjun
dengan bebas.
Ibu juga adalah
guru pertamaku. Ia yang mengajariku disiplin dengan membangunkanku pada pukul
5, dan mengatakan bahwa saat ini sudah pukul 7. Ia yang mengajariku hidup sehat
dengan memaksa untuk mandi sore setiap hari meski hari sedang hujan. Ibu juga
yang mengajariku untuk mengesampingkan ego dengan sengaja menyuruhku membeli
garam ataupun telur saat aku tengah memainkan game online yang tentu saja tidak
bisa di jeda terlebih dahulu permainannya.
Ibu adalah ratu di
istana kami. Satu-satunya wanita yang menjadi jembatan komunikasi di antara
para pria yang payah dalam mengungkapkan isi hati. Kini, jembatan itu sudah
hilang, dan rumah tidak pernah menjadi tempat sesepi ini.
Tik. Tok. Suara jam
yang berada di dinding membuyarkan lamunanku. Jam itu masih bergerak memutar
dengan jarum panjang yang telah berada di angka 12. Delapan jam sudah
pengumuman terlambat dari jadwal seharusnya. Yah, sebenarnya, kalau dipikir
lagi, sampai di tahap empat atau tahap terakhir dari rangkaian seleksi masuk
merupakan keajaiban bagiku yang notabennya hanya siswa biasa di sekolah.
Berkali-kali aku lolos dari seleksi maut yang pesertanya adalah belasan ribu
putra-putri daerah terbaik dari seluruh negeri. Meskipun menjadi bagian dari
sekolah kedinasan bukanlah cita-citaku, tapi, Ibu menginginkannya,
dan inilah yang bisa kulakukan untuk Ia yang telah jauh di sana.
Dding! Suara
denting halus terdengar dari handphone-ku. Aku bergegas mengambilnya dan
seketika lututku terasa lemas saat mendapat notifikasi terbaru dari website tentang
munculnya pengumuman tahap akhir. Berbagai macam perasaan memenuhiku. Cemas,
khawatir, penasaran, takut, dan bersemangat. Begitu pula berbagai macam pikiran
mulai menyesaki kepalaku. Bagaimana jika aku gagal lagi? Apa yang harus aku
lakukan? Orang-orang akan menertawaiku, Ayah dan Ibu pasti akan kecewa sekali.
Jika aku gagal lagi, maka aku taka ada bedanya dengan pecundang yang tak punya
kemampuan! Aku murung dan marah karena hal yang tak pasti.
Di tengah kekacauan
itu, netraku tak sengaja menangkap foto Ibu yang ada di atas nakas. Tanpa
dikomando, kata-kata yang sering Ia ucapkan untuk menghiburku saat aku sedih
mengalun merdu tanpa suara.
"Orang-orang
selalu berbicara tentang kebahagiaan yang fana. Tapi, sepertinya mereka lupa
bahwa kesedihan pun.. fana.
Tidak ada yang abadi, semuanya adalah fase yang harus kita
lalui sebagai konsekuensi dari kehidupan itu sendiri. Jadi.. saat kamu sudah mengerjakan
bagianmu dengan melakukan usaha terbaik, tugas selanjutnya adalah pasrah,
berserah diri kepada Yang Maha Kuasa. Ia lebih tau apa yang terbaik untukmu.
Oke?"
Aku mengangguk dengan tekad bulat. Amarah dan
cemasku hilang tak bersisa.
"Sabda
Dirgantara, semangat!", sorakku dalam hati sebelum membuka pengumuman dan
meneliti satu persatu nomor peserta siswa yang lolos.
Jantungku hampir
melompat dari tempatnya saat aku menemukan 6 digit nomor milikku tercantum di
antara 600 siswa yang terpilih menjadi bagian dari mahasiswa Politeknik
Statistika STIS. Aku langsung bersujud sebagai bentuk syukurku kepada Yang Maha
Baik.
Ibu benar,
kesedihan pun adalah sesuatu yang fana. Jadi, sekarang aku harus menjadi Sabda
yang terus berproses dan menguat. Aku harus menjadi Sabda yang selalu yakin
bahwa langit paling abu-abu sekalipun akan berubah menjadi langit biru yang
indah pada waktu yang tepat.
*author note:
semoga cerpen ini bisa bermanfaat, tapi jangan
dimanfaatkan dengan plagiarisme ya!
kalau mau mengutip, pastikan menyertakan
alamat blog atau nama author :)
-sheyber
*cerpen ini aku buat sewaktu penugasan open
recruitmen UKM. cerpen dengan tema "nilakandi". diupload tanggal 1
Desember 2019.
*sumber foto: www.pexels.com
Komentar
Posting Komentar